Wednesday, September 14, 2005

Enas’s Birthday

I Hate This Hotel!

I hate this hotel!”
Begitu kata Noomee begitu keluar dari kamar Enas. Aku tertawa mendengarnya. Tidak sampai lima menit yang lalu dia bilang, “Ooh, what a good hotel!”
Aku setuju dengannya waktu itu. Benar-benar hotel ini berusaha memberikan pelayanan terbaik pada tamu-tamunya. Hanya saja, kali ini kami merasa didahului, hehehe. Bingung juga jadinya.

Beberapa menit yang lalu Enas meneleponku dan Noomee, meminta kami untuk datang ke kamarnya. “Only one minute, please,” katanya, mungkin mempertimbangkan bahwa kami harus segera bersiap-siap untuk acara makan malam yang diadakan kantor jam setengah sembilan nanti. “I want to show you something,” katanya tanpa memberi penjelasan lebih lanjut.

Show me something? Apa itu? Tidak mungkin souvenir dari Mesir lagi, seperti yang sudah dia berikan pada kami semua. Baik amat ya dia, repot-repot bawain oleh-oleh dari negrinya untuk dibagikan kepada para peserta training yang lain.

Ketemu Noomee di lift, kami saling mengangkat bahu tak mengerti, apa yang akan ditunjukkan Enas. Wah, padahal kami tidak punya waktu banyak. Kami harus segera turun ke lobby hotel, membeli kue tart dan mungkin bunga, sebagai kejutan untuk ulang tahun Enas hari ini. Kami pilih bunga, karena kami tidak yakin apa yang dia sukai sebagai hadiah ulang tahun. Kue tart, tentu saja agar bisa tiup lilin dan dinikmati bersama teman-teman yang lain, hehehehe. Seharian ini kami sudah pura-pura lupa dan tidak tahu tentang ulang tahunnya.

Tapi ternyata, alamak! Enas menyambut kami di pintu kamarnya dengan wajah sumringah. “You see!” katanya penuh kegembiraan. Black forest dengan tulisan ‘Happy Birthday’ada dimejanya, bersama rangkaian bunga yang cantik sekali. Tidak cukup itu, sekeranjang mawar merah yang ditata hingga berbentuk hati juga diletakkan dimeja samping tempat tidurnya. Woooow.
“from who?” tanya kami.
“From the hotel,” jawab Enas. “I asked them before I called you both.”

Aku dan Noomee saling pandang, tak tahu harus bagaimana. Senang dengan kegembiraan Enas, tapi...., bagaimana dengan rencana kami? Ah, lupakan dulu itu. Kusalami Enas dan kupeluk. “ Happy birthday Enas,” kataku sambil membisikkan sekilas doa. Noomee melakukan hal yang sama, sambil matanya tak lepas memandangku. Bah! Sekarang dia tentu berpikir bahwa kami benar-benar lupa dengan hari ulang tahunnya, bahwa kami baru saja tahu, dari pihak hotel pula. Pusiiiiing.

Enas menawarkan apakah kami mau menikmati black forestnya sekarang? Waaah, waktunya nggak cukup nih. Kami harus segera meninggalkan kamar Enas dan mendiskusikan akan bagaimana selanjutnya. Berbagai alasan pun dikeluarkan. Akhirnya Enas sepakat agar kue tart-nya harus menunggu untuk bisa dinikmati. Kami pun segera buru-buru keluar dari kamarnya. “Daaag, see you at eight fifteen in lobby.”

Dan sekarang disinilah kami - aku dan Noomee - berdiri bingung di depan lift. Bagaimana dooong?


I Love This Restaurant!

“Enas, Happy birthday,” kata penyanyi di atas panggung, yang menyambungnya dengan menyanyikan lagu Happy birthday, tentu saja diiringi tepuk tangan kami semua di meja makan yang panjang ini. Lumayan juga, tepuk tangan enambelas orang.

“Oooh, my God,” kata Enas terkejut sambil memandang kami semua.
Noomee muncul dan meletakkan kue tart didepannya, bertuliskan ‘Happy birthday Enas’, dengan dua lilin kecil menyala di atasnya. Enas masih tertawa dengan wajah tak percaya. Tapi dia cepat menguasai dirinya, berdiri dan meniup lilin ketika lagu berakhir, diiringi tepuk tangan yang ramai dari kami semua. “Make a wish!” kata Behrooz sambil memotretnya.

“Congratulation Enas,” kata Noomee sambil memeluknya.
“Oooh, Noomee, thank you,” sambutnya gembira.
“And, this is a gift from all of us,” kataku sambil memberikan kotak kecil ke tangannya, mencium pipinya kiri kanan.
“Oooh, thank you Intan, It’s really my day,” katanya memelukku. Kuharap dia akan suka dengan hadiah ini, yang dipilih dan dibeli dalam ketergesaan.
“Oooh, it’s so nice,” katanya begitu membuka kotak hadiahnya, mengelurkan sebuah kotak perhiasan mungil berukir yang cantik. “I like it very much. Ooh, thank you so much for you all.”

Belum cukup, sebuah kartu ucapan yang cantik diberikan padanya. Benar-benar dia terlihat gembira membaca tulisan teman-teman semua untuknya di kartu itu. Aku jadi senang.

Pelayan datang membawa piring-piring kecil. Noomee membantu Enas memotong dan membagikan kue tart tersebut kepada semuanya. Untuk Berny, koordinator training, dan istrinya. Untuk Jose, salah satu instruktur training, juga untuk istrinya. Dan tentu saja untuk semua teman-teman. Aku menarik nafas lega. Alhamdulillah, Akhirnya lancar juga. Masih terbayang kekacauan-kekacauan sebelumnya, hehehe.

19.00 :
Pihak hotel tempat kami menginap telah mendahului kami memberikan kue tart dan rangkaian bunga pada Enas, membuat aku dan Noomee jadi bimbang sesaat, harus bagaimana. Akhirnya kami putuskan untuk tetap membeli kue ulang tahun dan mengganti rangkaian bunga dengan sebuah hadiah.
19.10 :
Tidak ada kue yang masih utuh di cafe hotel. Semuanya sudah dipotong-potong. Dalam hati sedikit menyesal juga, mengapa tidak memesan kue tart dari kemarin? Lagi-lagi deh, in the last minute.com method:(. Tolong di cek dong, masih ada persediaan kue yang utuh nggak? “Ok Mam, I’ll check it,” katanya. Kami bergegas ke Hotel Shop sembari nunggu dia nge-cek.
19.20 :
Bingung milih-milih hadiah di Hotel Shop. Apa ya? Yang ini? Noomee menggeleng. Yang ini? Aku menggeleng. Yang itu? Mahal pisan! Kalau yang kecil mungil ini? Hmm.. boleh juga, tapi Noomee masih ragu. No time, euy. OK-lah, balik dulu ke cafe, nge-cek kue.
19.30:
bener-bener gak ada lagi kue yang masih utuh. Terpaksa kami memilih salah satunya, kue keju dengan strawberry diatasnya. Walau sudah terpotong jadi delapan bagian, paling tidak setiap potongannya masih utuh, sehingga bentuk bundarnya masih kelihatan. Anggap saja kita ingin mempermudah Enas dengan membantunya memotong kue ini terlebih dahulu, pikirku geli. Bungkus!
19.40:
Gak ada waktu lagi. Noomee dan aku akhirnya sepakat tentang kado kecil ini. Masih kepikir juga, dengan uang segini pasti bisa dapat hadiah yang lebih bagus di luar hotel. Yah, waktu emang mahal. Tapi ini juga bagus kok, pikirku menghibur diri. Tak lupa ambil kartu ucapan, nulis ucapan selamat dan doa, Noomee dengan lincah menggambar kartun Enas disitu. Emang pintar menggambar nih temanku.
19.50:
Mengetuk kamar Ali Dalir. Mo nitip kue tartnya, biar dia yg bawain. Kalo aku atau Noomee yang bawa ke restoran, bisa ketahuan deh ama Enas. Sekalian kartunya, agar diisi ma dia. Juga ma teman yang lain. Alamak! Dia udah rapi banget. Kami masih lecek begini. Gak sempat mandi nih:(.
20.15:
Ditelpon Noomee. Semua udah pada ngumpul di lobby hotel. Alamak, aku jadi panik. Bergegas keluar kamar. Aduh, kunci laptop ketinggalan, balik lagi. Menyambar kunci di kasur, keluar lagi. Aduh, kadonya mana? Balik lagi deh. Masak kado yang udah dicari dengan susah payah ini mo ditinggal sih. Duh, lilinnya mana ya? Kok cuma korek apinya aja yang kelihatan? Tapi gak ada waktu lagi. Aku hanya bisa berharap semoga lilinnya udah masuk ke tas mungilku. Huuf.. kacau banget sih daku.
20. 40:
Sampai juga di restoran ini. Aku merogoh tasku mencari-cari lilin kecil yang tadi kami minta di cafe hotel. Walau cuma lilin kecil, lumayanlah, ada yang bisa ditiup. Tapi nihil, aku tidak menemukannya. Dengan perasaan bersalah dan kecewa, kubisikkan hal itu pada Noomee. “What?” katanya. “Are you sure?”
Enas memandang kami ingin tahu.
22.30:
“What happened?” tanya Enas melihat Noomee bolak balik berbicara dengan petugas restoran.
“I have a problem. But I can’t tell you now.” Jawab Noomee dengan cueknya. Padahal dia lagi pusing tujuh keliling. Kue keju yang tadi dititipkan ke pelayan restoran, ternyata sudah hancur berantakan. Setiap potongannya terpisah dengan suksesnya, strawberri diatasnya sudah jatuh tak beraturan lagi. Pokoknya, hilang bentuk! Entah kapan terjadinya. Apakah ketika masih ditanganku, ditangan Ali, atau ditangan pelayan restoran, atau kombinasi semuanya? Tapi begitupun, pihak restoran langsung meminta maaf dan berinisiatif untuk menyediakan kue yang baru. Bayangkan, dari kue yang sudah terpotong-potong akhirnya kami punya kue ulang tahun utuh dengan tulisan ’Happy birthday Enas’. Ooh, I love this restaurant! Benar-benar mereka berusaha memberikan pelayanan terbaik pada tamunya. Good service!

Dan sekarang, senangnya hati melihat wajah Enas yang gembira. Happy birthday my friend. Wish Allah bless you forever. Amin.

Abu Dhabi, 14 September 2005

Thursday, September 01, 2005

Kutemukan keramahan indonesia


“Can I have some noddle egg? And please, put only a little vegetables in it.”
“Mam, are you Indonesian?” jawab diujung sana.
“Yes, I am”, jawabku sambil mikir, ‘how do you know?’
“Oh, and I’m Indonesian also. Apa Kabar Ibu Dewi?”
“Oh, baik,” jawabku gembira. “Senang sekali bisa berbahasa Indonesia disini.”
“Ah ya, saya juga. Saya lihat-lihat ini, ternyata tamu dari Indonesia. Jadi, noddle egg tanpa sayur, Bu?”
“Ya, makasih. Sedikit sayur bolehlah. Saya tidak begitu suka sayur.”
“Baiklah. Ada lagi Bu? Jus, mungkin?”
“Tidak, terima kasih. Saya sudah buat teh disini.”
“Ah, kan tidak apa-apa. Jus mangga mungkin? Atau orange? Ini dari saya, Bu,”
“Oh, baik sekali. Baiklah, jus mangga kalau begitu. Terima kasih sekali Pak,”
“Sama-sama Bu,”.
“Dengan bapak siapa ini?”
“Saya Poltak, Bu.
“Pak Poltak? Kalau begitu kita tetangga dekat. Saya dari Aceh, Pak.”
“Oh, begitu Bu? Senang sekali. Baiklah Bu, Silahkan hubungi saya kalau Ibu ada perlu apa-apa. Saya di room service.”
“Ya, terima kasih sekali Pak Poltak.”

Telepon kututup dengan hati senang. Senang dengan keramahan sesama orang Indonesia di negri seberang. Sama dengan rasa senang yang muncul setiap kali bertemu orang Aceh di belahan lain Indonesia. Atau seperti rasa senang bertemu orang sekampus, atau yang se-organisasi, atau yang se- se- lainnya. Senang dengan rasa kebersamaan yang tercipta. Rasa itu selalu ada, padaku. Apakah bagi orang lain juga? Entahlah. Bagaimana dengan Anda?

Menanti pesanan datang, aku teringat dengan supir taksi kemarin. Dia asal Pakistan, katanya menjawab pertanyaan kami. “And where are you from?” katanya balas bertanya. “Thailand,” kata temanku.
“And you?” pada teman lainnya.
“Egypt”.
“You?” katanya padaku.
“Indonesia”, jawabku.
“Oh, Indonesia? Good. Indonesia is good,” katanya sambil tertawa dan mengacungkan jempol.
Apanya yang bagus? Pikirku tertarik.
“What is the special thing of Indonesia?” tanya temanku yang dari Thailand. Hm, dia punya pertanyaan sama denganku:).
“Well, Indonesia is good,” jawabnya mengulang, tak menambah keterangan.

Apakah keterbatasan kosakata yang membuatnya tidak bisa menjelaskan lebih lanjut, ataukah dia memang tidak punya gambaran yang sebenarnya tentang Indonesia? Aku tidak tahu. Diam sambil menimbang-nimbang. Apa dia tidak tahu bagaimana Indonesia? Zamrud Khatulistiwa yang tak habis dirundung malang? Bagai sesosok tubuh yang terbaring di meja operasi dengan begitu banyak penyakit ditubuhnya, sehingga tim dokter bingung harus memulai dari mana. Oooh, Ibu Pertiwi, tidakkah wajah cantikmu telah ternoda dan cacat? Keindahanmu tertutupi oleh korupsi, teroris, bencana, penyakit, ancaman disintegrasi, dan seribu satu lagi yang lainnya.
Ataukah memang keharumanmu tak terganggu? Kecantikan dan keunikan tiap jengkal pulaumu masih menarik hati setiap insan bagai magnet? Kekayaanmu tetap mengundang para pemburu? Keramahan pendudukmu masih mempesona? Hm ya, mungkin yang dia maksudkan adalah keramahan penduduknya? Mungkin dia selalu punya pengalaman bagus dengan penumpang dari Indonesia? Atau dia punya beberapa kenalan orang Indonesia yang selalu baik dan ramah? Aku tersenyum sendiri mengingat ucapan seorang teman dari Oman, lebih dari dua tahun lalu, yang bilang, “Intan, you are so kind and friendly, and always smile.”
Kujawab, “Oh, most Indonesian people are very kind,” tentu saja sambil tersenyum (lagi).

Yah, masih banyak yang kita punya, yang harus kita syukuri. Termasuk, keramahan sebagai bangsa, yang masih bisa ditemukan di tanah Arab ini.

Note:
Pak Poltak yang merupakan asisten manager di Room Service hotel tersebut bukan hanya mengirim jus mangga, tapi juga begitu banyak buah-buahan yang kemudian kunikmati bersama teman-temanku, dan bukan cuma sekali. Masih kunikmati juga keramahan serupa dari salah seorang petugas house keeping asal Ciganjur, Jawa Barat. Membuat iri beberapa teman, sambil bercanda mereka bilang, ‘Oooh, andai aku juga orang Indonesia’ :).

Abu Dhabi, 1 September 2005